Dalam gugatan sering dijumpai bahwa Penggugat mengajukan permintaan agar pengadilan menjatuhkan Putusan Serta Merta. Oleh karena itu, artikel ini akan menguraikan dengan ringkas mengenai hal tersebut. Pada prinsipnya pelaksanaan putusan atau eksekusi hanya dapat dilaksanakan sesudah sebuah perkara mempunyai kekuatan hukum tetap (In kracht van gewijsde). Namun demikian, hukum acara memberikan pengecualian atas prinsip tersebut, yang dikenal dengan Putusan Serta Merta (uitvoerbaar bij voorraad) yaitu putusan pengadilan yang bisa dijalankan terlebih dahulu, walaupun terhadap putusan tersebut dilakukan upaya hukum Banding, Kasasi atau Perlawanan oleh pihak Tergugat atau oleh pihak Ketiga yang dirugikan.
Putusan Serta Merta (uitvoerbaar bij voorraad) adalah bentuk pelaksanaan dari prinsip “Peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan” yang merupakan salah satu prinsip penting dalam hukum acara sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat Undang–undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Arti kata “sederhana” adalah acara yang jelas, mudah dipahami, dan tidak berbelit-belit. Maksud dari kata “cepat” menunjuk kepada proses berjalannya persidangan atau peradilan karena terlalu panjang atau banyaknya formalitas proses beracara merupakan hambatan bagi jalannya peradilan. Dalam hal ini, bukan hanya jalannya peradilan dalam pemeriksaan di muka sidang saja, tetapi juga penyelesaian berita acara pemeriksaan di persidangan sampai denga penandatanganan putusan oleh hakim dan pelaksanaannya. “Biaya ringan” dimaksudkan agar biaya yang dikeluarkan untuk mencari keadilan melalui pengadilan mampu dijangkau oleh sebagian besar masyarakat karena biaya perkara pengadilan yang tinggi akan menyebabkan para pihak yang berkepentingan enggan untuk mengupayakan hak-hak mereka melalui pengadilan.
Putusan Serta Merta diatur dalam Pasal 180 ayat 1 HIR (Pasal 191 ayat 1 RBg), Pasal 54 dan 55 Rv, serta berbagai Surat Edaran dan Surat Instruksi Mahkamah Agung, antara lain, Surat Instruksi Mahkamah Agung Nomor 348/K/5216/M Tahun 1958, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 1964, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 05 Tahun 1965, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03 tahun 1971, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 06 tahun 1975, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03 tahun 1978, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2001.
Pasal 180 ayat 1 HIR (Pasal 191 ayat 1 RBg) mengatur tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh hakim sebelum menjatuhkan Putusan Serta Merta. Pasal tersebut menyatakan: “Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan supaya keputusan itu dapat dijalankan dahulu biarpun ada perlawanan dan bandingnya, jika ada surat yang syah, suatu surat tulisan yang menurut aturan yang berlaku dapat diterima sebagai bukti atau jika ada hukuman lebih dahulu dengan keputusan yang sudah mendapat kekuatan pasti, demikian juga jika dikabulkan tuntutan dahulu, lagi pula di dalam perselisihan tentang hak kepunyaan.”
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2000, Putusan Serta Merta dapat dikeluarkan jika:
“1). Gugatan didasarkan pada bukti surat autentik/tulis tangan yang tidak dibantah kebenarannya oleh pihak Lawan;
2) Gugatan hutang-piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak dibantah;
3). Gugatan tentang sewa-menyewa tanah,rumah,gudang dll, dimana hubungan sewa-menyewa telah habis atau Penyewa melalaikan kewajibannya sebagai penyewa yang baik;
4). Pokok gugatan mengenai tuntutan harta gono-gini dan putusannya telah inkracht van gewijsde;
5) Dikabulkannya gugatan provisionil dengan pertimbangan hukum yang tegas dan jelas serta memenuhi pasal 332 Rv; dan
6) Pokok sengketa mengenai bezitsrecht;”
Surat Edaran Mahkamah Agung No.3 Tahun 2000 juga telah menetapkan tata cara, prosedur dan gugatan-gugatan yang bisa diputus dengan Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar bij Voorraad). Selanjutnya Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.4 Tahun 2001 telah ditentukan agar dalam setiap pelaksanaan putusan serta merta disyaratkan adanya jaminan yang nilainya sama dengan barang/benda objek eksekusi. Dalam butir 6 dan 7 Surat Edaran Mahkamah Agung No.3 Tahun 2000 disebutkan beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait pelaksanaan Putusan Serta Merta, yaitu :
- “Apabila Penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama agar Putusan Serta Merta dan Putusan Provisionil dilaksanakan, maka permohonan tersebut beserta berkas perkara selengkapnya dikirim ke Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Tinggi Agama disertai pendapat dari Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama yang bersangkutan.
- Adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai barang/objek eksekusi, sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain, apabila ternyata di kemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama.”
Pada halaman 2 Surat Edaran Mahkamah Agung No.4 Tahun 2001 dinyatakan dengan jelas dan tegas bahwa:
“Setiap kali akan melaksanakan putusan serta merta (uitvoerbaar bij vorraad) harus disertai penetapan sebagaimana diatur dalam butir 7 SEMA No. 3 Tahun 2000 yang menyebutkan:
“Adanya pemberian jaminan yang nilainya ama dengan nilai barang/objek eksekusi sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata dikemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Pertama.”
Tanpa jaminan tersebut, tidak boleh ada pelaksanaan putusan serta merta”
Oleh karena itu, jika penggugat tidak memberikan jaminan, maka Majelis Hakim seharusnya menolak permohon Putusan Serta Merta yang diajukan oleh penggugat. Dalam praktek, penjatuhan Putusan Serta Merta cukup menjadi bahan diskursus dalam praktek hukum acara perdata. Oleh karena itu ketika Prof Bagir Manan masih menjadi Ketua Mahkamah Agung, beliau menyatakan bahwa:
“Untuk sementara saya tidak membenarkan hakim membuat putusan serta merta karena lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya” kata Bagir Manan usai melantik lima Kepala Pengadilan Tinggi di Gedung MA, Jakarta, Selasa (27/3).
Pernyataan Prof Bagir Manan tersebut dapat dilihat pada halaman 8, Harian Jurnal Nasional hari Rabu, tanggal 28 Maret 2007 dan Harian Republika tanggal 28 Maret 2007.
Semoga bermanfaat,
FREDRIK J. PINAKUNARY LAW OFFICES