Share this article

Pada tahun 2016 silam, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggusur warga Bukit Duri Jakarta Selatan dari tempat tinggalnya dengan alasan normalisasi Sungai Ciliwung. Sebagian warga Bukit Duri menilai tindakan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan kemudian memutuskan untuk mengajukan gugatan  perwakilan kelompok atau dikenal juga dengan gugatan class action terhadap Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), Kepala Dinas Bina Marga Jakarta, Gubernur DKI Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Wali Kota Jakarta Selatan, Kepala Dinas Tata Ruang Jakarta, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Jakarta, Kepala Dinas Tata Air Jakarta, Kepala Dinas Perumahan Jakarta, Camat Tebet, dan Lurah Bukit Duri.

Melalui Putusan No. 262/Pdt.G/ClassAction/2016/PN.Jkt. Pst. tanggal 25 Oktober 2017, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan class action yang diajukan oleh warga. Pemerintah Provinsi DKI dan BBWSCC yang berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dihukum membayar Rp 200 juta kepada setiap penggugat atau total sekitar Rp 18,6 miliar.

BBWSCC kemudian mengajukan banding dan kembali kalah di tingkat banding. Majelis hakim tingkat banding melalui putusan yang bernomor 192/Pdt/2018/PT.DKI. menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. BBWSCC kemudian mengajukan kasasi dan Mahkamah Agung mengabulkan kasasi tersebut. Mahkamah Agung berpendapat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi telah keliru dalam menangani gugatan perwakilan kelompok. Dengan pertimbangan tersebut, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama dan banding.

Berdasarkan uraian di atas, ketika mengajukan gugatan class action, penggugat harus sangat berhati-hati karena gugatan class action memiliki prosedur yang sedikit berbeda dengan gugatan perdata biasa. Gugatan class action sebenarnya gugatan yang dikenal dalam sistem common law, namun sekarang ini gugatan class action juga sudah dikenal dan dipergunakan dalam sistem civil law. Di Indonesia, gugatan class action diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Indonesia No. 1 tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (“Perma 1/2002”).  Beberapa undang-undang juga telah mengadopsi class action, seperti Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Gugatan perwakilan kelompok diajukan dalam hal gugatan akan diajukan oleh banyak orang sehingga akan menjadi tidak efektif dan efisien bila gugatan diajukan secara sendiri-sendiri atau terpisah. Gugatan perwakilan kelompok juga diajukan ketika terdapat kesamaan fakta atau peristiwa atau kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya. Wakil kelompok bisa saja hanya satu orang atau lebih dan harus memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya. Wakil kelompok tidak dipersyaratkan untuk memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok. Gugatan class action memiliki beberapa manfaat seperti proses berperkara menjadi lebih efektif dan ekonomis serta mencegah timbulnya putusan yang inkonsisten terhadap perkara yang sama.

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Perma 1/2002, Gugatan Perwakilan Kelompok yang diajukan oleh penggugat harus memenuhi formalitas gugatan sebagaimana diatur dalam undang-undang yang berlaku di Hukum Perdata Indonesia. Gugatan perwakilan kelompok juga harus berisi enam elemen sebagai berikut:

  1. identitas lengkap dan jelas wakil kelompok;
  2. definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu per satu;
  3. keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban melakukan pemberitahuan;
  4. posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok, yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan terperinci;
  5. dalam suatu gugatan perwakilan, dapat dikelompokkan beberapa bagian kelompok atau sub kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda;
  6. tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas dan terperinci, memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu memperlancar pendistribusian ganti kerugian.

Hakim diwajibkan memeriksa dan mempertimbangkan kriteria gugatan perwakilan kelompok di awal proses pemeriksaan persidangan. Apabila hakim menilai gugatan perwakilan kelompok yang diajukan sah, maka hal tersebut dituangkan dalam suatu penetapan pengadilan. Setelah itu, hakim memerintahkan penggugat mengajukan usulan model pemberitahuan untuk memperoleh persetujuan hakim. Namun, apabila hakim memutuskan gugatan tersebut tidak sah, maka pemeriksaan gugatan dihentikan dengan suatu putusan hakim yang berarti hakim tidak akan memeriksa pokok perkara.

Pemberitahuan

Pemberitahuan tidak dikenal dalam gugatan perdata biasa, namun dalam gugatan class action, pemberitahuan wajib diberikan oleh penggugat atau wakil kelompok kepada anggota kelompok di tahap-tahap berikut ini:

  1. segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah,
  2. pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti rugi ketika gugatan dikabulkan.

Pemberitahuan dapat dilakukan melalui media cetak dan/atau elektronik, kantor-kantor pemerintah seperti kecamatan, kelurahan atau desa, kantor pengadilan, atau secara langsung kepada anggota kelompok yang bersangkutan selama model pemberitahuan disetujui oleh hakim.

Dalam hal pemberitahuan dilakukan setelah hakim memutuskan gugatan perwakilan kelompok sah, maka anggota kelompok memiliki kesempatan untuk keluar dari keanggotaan kelompok dalam jangka waktu yang ditentukan oleh hakim. Apabila anggota kelompok memilih untuk keluar, akibat hukumnya adalah anggota kelompok tersebut tidak terikat dengan putusan gugatan class action. Pernyataan keluar tersebut dibuat tertulis dan ditandatangani oleh anggota kelompok. Format dari pernyataan keluar tersebut dapat dilihat di lampiran Perma 1/2002.

Jika ganti rugi yang dimintakan oleh penggugat dikabulkan oleh hakim, maka hakim wajib memutuskan jumlah ganti rugi secara rinci, penentuan kelompok dan/atau subkelompok yang berhak, mekanisme pendistribusian ganti rugi dan langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian seperti kewajiban melakukan pemberitahuan atau notifikasi.

Persamaan Gugatan Class Action dengan Gugatan Perdata Biasa

Walapun di dalam gugatan class action terdapat hal yang berbeda dengan gugatan perdata biasa, namun prosedur beracaranya tetap sama.

Di awal dan selama pemeriksaan perkara, majelis hakim wajib untuk memediasi para pihak. Proses mediasi sendiri diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Apabila mediasi gagal, persidangan dilanjutkan dengan tergugat memberikan jawaban, kemudian penggugat memberikan replik dan tergugat memberikan duplik. Setelah itu sidang dilanjutkan dengan pembuktian dari penggugat dan tergugat dan ditutup dengan kesimpulan.

Upaya hukum yang dapat dilakukan dalam gugatan class action juga sama dengan upaya hukum dalam gugatan perdata biasa. Setelah hakim pengadilan negeri mengeluarkan putusan, pihak yang tidak puas dengan putusan tersebut dapat mengajukan banding ke pengadilan tinggi. Kemudian apabila masih belum puas, dapat dilakukan upaya hukum kasasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung.

Semoga bermanfaat.

FREDRIK J PINAKUNARY LAW OFFICES


Share this article