Share this article

Dalam praktek hukum acara perdata, cukup sering dijumpai gugatan Perbuatan Melawan Hukum diajukan bersama-sama dengan dalil-dalil terkait Wanprestasi. Oleh karena itu perlu dijelaskan bahwa gugatan yang diajukan berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi didasarkan pada dua pengaturan atau ketentuan hukum yang berbeda. Gugatan Wanprestasi diajukan berdasarkan peristiwa ingkar atau cidera janji dalam perjanjian dan hal ini mewajibkan pihak yang cidera janji tersebut untuk bertanggung jawab.

Menurut Prof. Subektif Wanpretasi terjadi jika salah satu pihak dalam perjanjian” Tidak melaksanakan apa yang dijanjikan; Melaksanakan apa yang dijanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya; Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat dilakukan, dan Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Sedangkan J Satrio berpendapat bahwa  wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya.

Wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan:

Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.

Sedangkan untuk gugatan perbuatan melawan hukum pada umumnya diajukan berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan:

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, unsur perbuatan melawan hukum adalah: Adanya Perbuatan (Melawan Hukum/onrechtmatig); Adanya Kerugian (Schadel), antara tindakan dan kerugian harus ada hubungan sebab akibat (causaliteitverband); Kerugian disebabkan kesalahan (schuld). Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I No. 2831 K/Pdt/1996 tertanggal 7 Juli 1996, menetapkan bahwa Penggugat harus membuktikan adanya unsur-unsur perbuatan melawan hukum menurut ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, yakni sebagai berikut:

1. Suatu Perbuatan Melawan Hukum – adanya perbuatan Tergugat yang bersifat melawan hukum;

Praktik peradilan Indonesia menerapkan standar baku (standardarrest) Hoge Raad tertanggal 31 Januari 1919 mengenai pengertian perbuatan melawan hukum (“Onrechtmatige daad”) menyatakan :

“Pengertian Onrechtmatige daad termasuk pula perbuatan yang memperkosa suatu hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat sendiri atau bertentangan dengan kesusilaan atau dengan suatu kepatutan di dalam masyarakat baik terhadap orang maupun benda lain”.

(Chidir Ali, SH., Badan Hukum, halaman 202, Alumni, Bandung, 1999).

2. Kerugian – adanya kerugian yang ditimbulkan pada diri Penggugat;

Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. menjelaskan:

“Kerugian kini harus diambil dalam arti yang luas, tidak hanya mengenai kekayaan harta benda seseorang, melainkan juga mengenai kepentingan-kepentingan lain dari seorang manusia, yaitu tubuh, jiwa dan kehormatan seorang”

(Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH., Perbuatan Melanggar Hukum: Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata, halaman 16, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000);

3. Kesalahan dan Kelalaian – adanya kesalahan atau kelalaian pada pihak Tergugat;

 Unsur kesalahan menurut J. Satrio:

“ ……”kesalahan/schuld” di sini adalah sesuatu yang tercela, yang dapat dipersalahkan, yang berkaitan dengan perilaku dan akibat perilaku, yaitu kerugian, perilaku dan kerugian mana dapat dipersalahkan dan karenanya dapat dipertanggungjawabkan kepadanya.”

(R. Setiawan, SH., Pokok-Pokok Hukum Perikatan, halaman 84,  Binacipta, Bandung, Cetakan Kelima, 1994).

4. Hubungan Kausal – adanya hubungan kausalitas atau sebab akibat antara kerugian pihak Penggugat dengan kesalahan atau perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat.

Berikut ini akan disampaikan tentang pendapat para ahli hukum yang menjelaskan tentang perbedaan antara wanprestasi (breach of contract/default) danperbuatan melawan hukum (unlawful act/tort).

Mantan Hakim Agung, M. Yahya Harahap, dalam bukunya “Hukum Acara Perdata” Sinar Grafika, Jakarta, Edisi pertama, April 2005, halaman 455 dan 456 antara lain menyatakan:

“Dari uraian diatas, pada dasarnya tidak sama antara wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum ditinjau dari sumber, bentuk maupun wujudnya. Oleh karena itu, dalam merumuskan posita atau dalil gugatan

tidak dibenarkan mencampuradukkan wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum dalam gugatan;

dianggap keliru merumuskan dalil Perbuatan Melawan Hukum dalam gugatan jika yang terjadi, in konkreto secara realistis adalah wanpresti

atau tidak tepat jika gugatan mendalilkan wanprestasi sedang peristiwa hukum yang terjadi secara objektif adalah Perbuatan Melawan Hukum”.

Selanjutnya, Prof. Mr. Pitlo dalam bukunya yang berjudul: Het verbintenissen recht naar het nerderlands bugerlijk wet boek”, cetakan ke-3, tahun 1952 halaman 215 menyatakan:

“het is echter duidelijk, zowel uit de historie als uit de systematiek der wet, dot wanprestasie niet onder het begrip onrehctmatige daad valt.”.

Terjemahan bebas:

“Namun demikian jelas, baik menurut sejarah maupun sistimatika undang-undang, bahwa wanprestasi tidak termasuk dalam pengertian perbuatan melawan hukum.”.

Sejalan dengan itu, ahli hukum Ian Fleming dalam bukunya berjudul Law of Tort 7 edn, Law Book Co. 1987 menjelaskan sebagai berikut:

“Tort is an injury other than a breach of contract which the law will redress with damages”

 Terjemahan bebas:

“Perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk pelanggaran di luar pelanggaran atas suatu perjanjian yang dapat diberi ganti rugi berdasarkan hukum”

Pendapat-pendapat para ahli di atas pun diperkuat oleh Dr. Higgins dalam bukunya berjudul Elements of Tort in Australia, Butterworths 1978 yang menyatakan:

“A tort is an act or omission which is unauthorized by law and independently or either contact, trust, or other fiduciary duty……………..”

Terjemahan bebas:

“Tort adalah suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang tidak berdasarkan hukum di luar perjanjian, trust atau kewajiban hukum yang terbit dari kepercayaan lain, ……………….”

Adapun pendapat Ian Fleming dan Dr. Higgins tersebut dapat dilihat dalam Artikel Karangan Suwidya Abdullah, SH.,LL.M. yang berjudul “Perbandingan antara ‘Law of Torts’ dan ‘Onrechtmatigedaad” yang dimuat di Majalah Varia Peradilan Majalah Hukum Tahun XVII No. 193 Oktober 2001, halaman 136-141.

Semoga bermanfaat,

FREDRIK J. PINAKUNARY LAW OFFICES


Share this article