Share this article

Bentuk usaha Perseroan Terbatas (“Perseroan”) memiliki sebuah karakteristik yang dinamakan pertanggungjawaban terbatas (limited liability). Karakteristik ini menjadikan pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris Perseroan, pada prinsipnya, lepas dari pertanggungjawaban atas kerugian yang dialami oleh Perseroan. Hal ini adalah perwujudan dari prinsip keterpisahan (separation) yang dimiliki oleh Perseroan karena di mata hukum, sebuah Perseroan dipandang sebagai entitas yang terpisah (separated legal entity) dari pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris-nya. Perseroan terbatas memiliki harta sendiri yang terpisah dari harta pemegang sahamnya; Perseroan juga dapat memiliki perikatan hukum yang terpisah dari perikatan yang dilakukan oleh pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris. Dengan demikian tindakan Perseroan hanya mengikat Perseroan itu sendiri sebagai sebuah legal entity dan secara umum pemegang saham, direksi, dan dewan komisarisnya tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban.

Namun demikian, prinsip tersebut tidak berlaku mutlak dan bukan tanpa pengecualian. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) telah mengatur bahwa dalam keadaan-keadaan tertentu pemegang saham, direksi dan dewan komisaris masih bisa dimintakan pertanggungjawaban terhadap kerugian yang dialami oleh Perseroan. Oleh karena itu, Artikel ini akan fokus membahas pertanggungjawaban direksi dan dewan komisaris Perseroan.

Adapun mengenai pertanggungjawaban pemegang saham, telah kami ulas dalam atikel kami sebelumnya, yang dapat dibaca di sini.

Tugas dan Tanggung  Jawab Direksi dan Dewan Komisaris

Pertama-tama perlu dipahami tugas dan tanggung jawab dari direksi dan dewan komisaris yang diatur dalam ketentuan UUPT. Direksi memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan terbatas untuk kepentingan perseroan terbatas, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar perseroan (Pasal 1 angka 5 UUPT). Sedangkan Dewan Komisaris, bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada direksi Pasal 1 angka 6 UUPT).

Selanjutnya direksi wajib menjalankan kepengurusan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan (pasal 92 ayat (1) UUPT). Direksi juga wajib menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dengan batasan yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar (Pasal 92 ayat (2) UUPT). Setiap anggota direksi juga wajib melaksanakan pengurusan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab (Pasal 97 ayat (2) UUPT). Di sisi lain, setiap anggota dewan komisaris wajib menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab, serta untuk kepentingan perseroan terbatas (pasal 114 ayat (2) UUPT).

Fiduciary Duty

Menurut Black’s Law Dictionary, Fiduciary Duty diartikan sebagai “a duty to act with the highest degree of honesty and loyalty toward another person and in the best interests of the other person (such as duty that one partner owes to another)”. Terjemahan bebas: Kewajiban untuk bertindak dengan tingkat kejujuran dan loyalitas tertinggi terhadap orang lain dan untuk kepentingan terbaik orang lain (seperti kewajiban yang dimiliki seorang sekutu terhadap sekutu satunya)”. Sejalan dengan itu, dalam https://definitions.uslegal.com/b/breach-of-fiduciary-duty/ dijelaskan bahwa Fiduciary Duty adalah: “an obligation to act in the best interest of another party. For instance, a corporation’s board member has a fiduciary duty to the shareholders, a trustee has a fiduciary duty to the trust’s beneficiaries, and an attorney has a fiduciary duty to a client”. (Terjemahan bebas: Fiduciary Duty adalah sebuah kewajiban untuk melakukan yang terbaik demi kepentingan pihak lain. Sebagai contoh, dewan pengurus perusahaan mempunyai fiduciary duty kepada para pemegang saham, seorang yang memegang kepentingan orang lain memiliki fiduciary duty pada pihak yang dipegang kepentingannya, dan seorang pengacara mempunyai fiduciary duty kepada kliennya).

Selanjutnya dalam situs yang sama dijelaskan sebagai berikut: “A fiduciary obligation exists whenever the relationship with the client involves a special trust, confidence, and reliance on the fiduciary to exercise his discretion or expertise in acting for the client. The fiduciary must knowingly accept that trust and confidence to exercise his expertise and discretion to act on the client’s behalf.” “When one person does agree to act for another in a fiduciary relationship, the law forbids the fiduciary from acting in any manner adverse or contrary to the interests of the client, or from acting for his own benefit in relation to the subject matter. The client is entitled to the best efforts of the fiduciary on his behalf and the fiduciary must exercise all of the skill, care and diligence at his disposal when acting on behalf of the client. A person acting in a fiduciary capacity is held to a high standard of honesty and full disclosure in regard to the client and must not obtain a personal benefit at the expense of the client.” (Terjemahan bebas: Sebuah kewajiban dari penerima kepercayaan hadir atau dimulai ketika hubungan dengan klien menyebabkan sebuah kepercayaan khusus, keyakinan, dan pengharapan kepada penerima kepercayaan untuk menggunakan kebijakannya atau keahliannya dalam bertindak demi kepentingan klien. Penerima kepercayaan tersebut harus diketahui dan diterima bahwa kepercayaan dan keyakinan tersebut untuk menggunakan keahlian dan kebijaksanaan berbuat demi kepentingan klien. “Ketika seseorang setuju untuk melakukan sesuatu dalam sebuah hubungan kepercayaan, hukum melarang penerima kepercayaan untuk berbuat dalam cara-cara yang merugikan atau bertentangan dengan kepentingan klien, atau melakukan perbuatan untuk keuntungan pribadi dalam hubungannya dengan klien tersebut. Klien atau pemberi kepercayaan berhak atas usaha yang terbaik dari penerima kepercayaan untuk kepentingannya dan penerima kepercayaan harus menggunakan seluruh kemampuan, perhatian dan ketekunan dari layanannya ketika bertindak untuk kepentingan klien. Seseorang yang bertindak dalam kapasitas kepercayaan harus berpegang pada standar kejujuran yang tinggi dan menjelaskan atau mengungkapkan secara penuh kepada klien dan tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari atas tanggungan kliennya.)

Menurut Ahli Hukum Yahya Harahap, Fiduciary duty dimaknakan sebagai “wajib percaya” yang berarti setiap anggota direksi maupun dewan komisaris selamanya harus bis a dipercaya dan selamanya harus jujur dalam menjalankan tugasnya.

Bambang Kesowo, S.H., LL.M dalam artikelnya yang berjudul berjudul “Beberapa Prinsip Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas” yang dimuat dalam Newsletter Pusat Pengkajian Hukum No.: 24/VII/Maret/1996, pada halaman 8 menyatakan sebagai berikut:

“Setiap anggota direksi pada dasarnya merupakan co-trustee dari perseroan, dan bukan sekedar sebagai karyawan perseroan, sehingga secara yuridis mempunyai tanggung jawab khusus terhadap perseroan dalam penyelenggaraan fungsi dan tugasnya berkenaan dengan kepengurusan perseroan (fiduciary duties).

UUPT memang tidak secara rinci mengatur mengenai hal tersebut, tetapi justru menggunakan bahasa yang umum dengan maksud agar nilai-nilai kewajaran yang obyektif dalam rangka pelaksanaan fiduciary duties dapat berkembang secara luwes melalui praktek kegiatan perseroan. Pada akhirnya, badan peradilan diharapkan mampu mengangkat nilai-nilai dimaksud menjadi norma hukum.

Secara alamiah, fiduciary duties meliputi kewajiban bagi setiap anggota direksi untuk melaksanakan tugasnya secara cermat, teliti dan bertanggung jawab (duty of care and skill), wajib mendahulukan kepentingan perseroan di atas kepentingan pribadi (duty of loyalty), dan wajib menyediakan keterangan mengenai pelaksanaan tugas kepengurusannya (duty of disclosure). Di antara ketiga jenis kewajiban tersebut, UUPT sudah mengatur sebagian dari duty of disclosure, yaitu antara lain kewajiban menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS dan kewajiban untuk mengizinkan pemegang saham memeriksa pembukuan perseroan.

Kedua kewajiban yang lain perlu dijabarkan lebih lanjut, dan pola yang diterapkan oleh perseroan terbuka dalam rangka penanaman modal asing yang relatif lebih berkembang mengenai hal ini, dapat saja dijadikan acuan.

Sama halnya direksi, setiap anggota komisaris memiliki fiduciary duties terhadap perseroan serta harus melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya kepada perseroan”

Pelanggaran Fiduciary Duties dan Akibatnya

Konsekuensi yang dapat diterima oleh setiap anggota direksi dan dewan komisaris sehubungan dengan pelanggaran fiduciary duties adalah masing-masing mereka dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi atas kerugian Perseroan yang disebabkan oleh pelanggaran tersebut. Pasal 97 ayat (3) UUPT menegaskan hal tersebut untuk direksi:

Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).”

Sedangkan untuk dewan komisaris hal tersebut ditegaskan dalam ketentuan pasal 114 ayat (3):

“Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2).”

Tindakan-tindakan Direksi dan Dewan Komisaris yang dapat menyebabkan mereka bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian yang dialami oleh Perseroan

UUPT sendiri mengatur secara khusus tindakan-tindakan atau keadaan-keadaan yang menyebabkan direksi atau dewan komisaris dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi.

1. Ada kesalahan dalam laporan keuangan:

Direksi memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada RUPS (pasal 66 ayat (1) UUPT). Lebih lanjut, atas kewajiban tersebut, direksi dan bersama dewan komisaris juga memiliki tanggung jawab atas kebenaran dan ketepatan dari isi laporan keuangan tersebut, selain masing-masing direksi dan dewan komisaris wajib menandatangani laporan keuangan tersebut.

Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan (Pasal 69 ayat (3) UUPT). Jadi, apabila ada pihak ketiga yang menderita kerugian akibat kesalahan dalam laporan keuangan tersebut maka anggota direksi dan dewan komisaris dapat dituntut pertanggungjawaban secara tanggung renteng.

2. Direksi menyebabkan pailit:

Terkait pailit, apabila dapat dibuktikan bahwa kepailitan tersebut diakibatkan oleh kesalahan atau direksi serta harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan dalam kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab untuk melunasi seluruh kewajiban tersebut (Pasal 104 ayat (2).

3. Tidak melaporkan saham yang dimilikinya atau keluarganya dalam perseroan atau perseroan lain

Pasal 101 ayat (1) UUPT mengatur tentang kewajiban dari anggota Direksi untuk melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. Apabila anggota Direksi tersebut tidak melaksanakan kewajiban ini dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan, maka anggota Direksi tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan Tersebut. (Pasal Pasal 101 ayat 2 UUPT).

Alasan pembelaan yang tersedia bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris

Dalam hal terdapat pelanggaran sebagaimana diuraikan di atas, pada dasarnya pelanggaran tersebut akan berpengaruh terhadap seluruh anggota direksi dan dewan komisaris.

Terkait pelanggaran fiduciary duties direksi, dalam pasal 97 ayat (4) UUPT diatur bahwa apabila direksi terdiri dari dua orang atau lebih, maka seluruh anggota Direksi akan bertanggung jawab secara tanggung renteng, hal yang sama juga berlaku untuk pelanggaran fiduciary duties dewan komisaris sebagaimana diatur dalam pasal 114 ayat (4) UUPT.

Dalam hal pailit juga ditentukan bahwa apabila terjadi pailit disebabkan karena kesalahan atau kelalaian direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan, maka seluruh anggota direksi akan bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk melunasi kewajiban yang tidak terlunasi (Pasal 104 ayat (2) UUPT).

Pertanyaannya sekarang, adalah apabila ada anggota direksi dan atau dewan komisaris yang telah menjalankan tugasnya dengan dan jujur sesuai dengan ketentuan UUPT dan anggaran dasar, apakah dapat membela diri agar tidak ikut bertanggung jawab atas pelanggaran yang disebabkan oleh anggota direksi dan atau dewan komisaris lainnya?

1. Alasan pembelaan anggota direksi dan dewan komisaris dalam hal terjadi pelanggaran fiduciary duties

UUPT menjawab hal ini dengan memberikan persyaratan kepada anggota direksi dan dewan komisaris untuk dapat membela diri dalam hal terdapat pelanggaran fiduciary duties yang dilakukan oleh salah satu anggota direksi dan dewan komisaris.

Pasal 97 ayat (5) UUPT mengatur sebagai berikut:

anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana diatur dalam ayat (3) apabila dapat membuktikan:

  1. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  3. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
  4. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.”

Empat hal yang disebutkan dalam pasal 97 ayat (5) tersebut wajib dibuktikan oleh direksi yang bersangkutan untuk dapat membebaskan dirinya dari pertanggungjawaban atas kerugian Perseroan. Namun yang menjadi catatan di sini adalah direksi yang bersangkutan perlu membuktikan keempat hal tersebut, dan tidak bisa membuktikan salah satu atau beberapa saja. Persyaratan ini bersifat kumulatif dan bukan alternatif. Sama halnya dengan direksi, anggota dewan komisaris juga memiliki hak untuk membela diri. Pasal 114 ayat (5) UUPT menjabarkan alasan-alasan yang perlu untuk dibuktikan oleh seorang anggota dewan komisaris tersebut, dan sama seperti halnya alasan bagi direksi. Alasan-alasan bagi dewan komisaris juga bersifat kumulatif, sebagai berikut:

“Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

  1. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  2. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
  3. telah memberikan nasihat”

2. Alasan pembelaan bagi anggota direksi apabila terjadi pailit akibat kesalahan atau kelalaian Direksi.

Dalam hal terjadi kepailitan diatur bahwa anggota direksi bisa melakukan pembelaan agar dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban atas kepailitan perseroan. Alasan-alasan pembelaan tersebut diatur dalam Pasal 104 ayat (4) UUPT, sebagai berikut:

“Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:

  1. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  3. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
  4. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.”

Penutup

Sebagai penutup, dapat kami simpulkan bahwa prinsip pertanggungjawaban terbatas Perseroan berlaku untuk memberikan perlindungan bagi pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris. Namun demikian, dalam situasi dan kondisi tertentu prinsip tersebut dapat menjadi tidak berlaku apabila masing-masing pihak dalam jabatan atau posisi tersebut ternyata telah bertindak melanggar hal-hal yang menjadi kewajiban atau batasan masing-masing. Dan apabila hal itu terbukti, maka mereka dapat dituntut pertanggungjawaban pribadi untuk mengganti kerugian baik kepada Perseroan ataupun pihak ketiga yang menderita kerugian.

Semoga bermanfaat.

FREDRIK J PINAKUNARY LAW OFFICES

LinkedIn: FJP Law Offices | Facebook: @FJPLaw | Instagram: @fredrik_jp

Artikel ini ditulis juga dalam Bahasa Inggris: Liabilities of the Board of Directors and The Board of Commissioners of a Limited Liability Company.




Share this article