Share this article

Masih ingatkah dengan insiden seorang pengacara yang memukul Hakim dengan menggunakan ikat pinggang pada saat pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat? Menurut kabar di media massa, Hakim yang menjadi korban dalam insiden tersebut membuat laporan ke Polres Jakarta Pusat, Hakim tersebut menyebut bahwa tindakan pengacara itu merupakan penghinaan terhadap lembaga peradilan (Contempt of Court).[1] Selain insiden ini, menurut catatan Ikatan Hakim Indonesia (“IKAHI”) masih banyak insiden lain tentang Contempt of Court, antara lain:[2] pada 15 November 2003, gedung Pengadilan Negeri Larantuka, Nusa Tenggara Timur dibakar oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Peristiwa yang sama juga terjadi di Pengadilan Negeri Maumere, Nusa Tenggara Timur tahun 2006, tahun 2011 terjadi di Pengadilan Negeri Temanggung Jawa Tengah, tahun 2013 di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, dan tahun 2018 terjadi di Pengadilan Negeri Bantul, DI Yogyakarta. Tidak hanya infrastruktur pengadilan, penyerangan terhadap hakim juga kerap terjadi. Pada tahun 2013, seorang hakim di Gorontalo diserang saat berkendara. Jauh sebelum itu, Hakim Agung Syaifuddin Kartasasmita ditembak hingga tewas saat berkendara menuju kantornya.

Dengan maraknya insiden terkait dengan Contempt of Court ini, pertama-tama, penulis akan menguraikan arti Contempt of Court menurut hukum Indonesia.

Contempt of Court merupakan istilah yang berasal dari sistem common law. Contempt berarti melanggar, menghina, atau memandang rendah. Court berarti pengadilan. Dari kedua pengertian tersebut Contempt of Court dapat diartikan sebagai setiap tindakan atau perbuatan baik aktif maupun pasif, tingkah laku sikap, sikap dan/atau ucapan baik di dalam maupun di luar pengadilan yang bermaksud merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan institusi peradilan.

Istilah Contempt of Court pertama kali ditemukan dalam Butir 4 alinea ke-4 Penjelasan Umum Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang menjelaskan:

“Selanjutnya untuk dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, maka perlu pula dibuat suatu undang-undang yang mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan yang dikenal sebagai “Contempt of Court”.

Berdasarkan Naskah Akademis Penelitian Contempt of Court terbitan Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, secara umum perbuatan yang dapat dikategorikan dan dikualifikasikan sebagai penghinaan terhadap lembaga peradilan atau Contempt of Court itu adalah perbuatan tingkah laku, sikap, dan ucapan yang dapat merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan lembaga peradilan.

Berdasarkan Naskah Akademis tersebut secara khusus pula disebutkan macam bentuk perbuatan yang termasuk dalam pengertian penghinaan terhadap Lembaga Peradilan/Pengadilan antara lain:

  1. Berperilaku tercela dan tidak pantas di Pengadilan (Misbehaving in Court);
  2. Tidak menaati perintah-perintah pengadilan (Disobeying Court Orders);
  3. Menyerang integritas dan impartialitas pengadilan (Scandalising the Court);
  4. Menghalangi jalannya penyelenggaraan peradilan (Obstructing Justice);
  5. Perbuatan-perbuatan penghinaan terhadap pengadilan (Contempt of Court) dilakukan dengan cara pemberitahuan/publikasi (Sub-Judice Rule).

Secara hukum nasional, mengenai penghinaan terhadap pengadilan – Contempt of Court terdapat dalam beberapa pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).

1. Contempt of Court dalam KUHP

Pasal 207 KUHP

“Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Pasal 217 KUHP

“Barang siapa menimbulkan kegaduhan dalam sidang pengadilan atau di tempat di mana seorang pejabat sedang menjalankan tugasnya yang sah di muka umum, dan tidak pergi sesudah diperintah oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah.”

Pasal 224 KUHP

“Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam:

1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;

2bdalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.”

2. Contempt of Court dalam KUHAP

Pasal 217 KUHAP

“(1) Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan dan memelihara tata tertib di persidangan.

(2) Segala sesuatu yang diperintahkan oleh hakim ketua sidang untuk memelihara tata tertib di persidangan wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat.”

Pasal 218 KUHAP

“(1) Dalam ruang sidang siapa pun wajib menunjukkan sikap hormat kepada pengadilan.

(2) Siapa pun yang di sidang pengadilan bersikap tidak sesuai dengan martabat pengadilan dan tidak menaati tata tertib setelah mendapat peringatan dari hakim ketua sidang, atas perintahnya yang bersangkutan dikeluarkan dari ruang sidang.

(3) Dalam hal pelanggaran tata tertib sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bersifat suatu tindak pidana, tidak mengurangi kemungkinan dilakukan penuntutan terhadap pelakunya.”

Contempt of Court sendiri juga diatur dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“RUU KUHP”), menurut RUU KUHP versi September 2019 diatur dalam Pasal 281 dengan ancaman penjara maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp 10 juta. Bunyi Pasal 281 RUU KUHP adalah sebagai berikut:

“Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang pada saat sidang pengadilan berlangsung:

1. tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan;

2. bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan atau menyerang integritas hakim dalam sidang pengadilan; atau

3. tanpa izin pengadilan merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan proses persidangan.”

Uraian mengenai Contempt of Court sebagaimana dimaksud di atas menunjukkan bahwa suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai Contempt of Court jika tindakan semacam itu mempermalukan dan merongrong otoritas, martabat, dan kehormatan lembaga-lembaga pengadilan. Oleh karena itu, berdasarkan hukum Indonesia, setiap tindakan yang dianggap mempermalukan dan merongrong otoritas, martabat, dan penghormatan terhadap: (i) orang yang menjalankan lembaga pengadilan, (ii) produk lembaga pengadilan, dan (iii) proses kegiatan lembaga pengadilan dapat dikategorikan sebagai Contempt of Court.

Semoga bermanfaat

FREDRIK J PINAKUNARY LAW OFFICES


[1] 6 Fakta Aksi Brutal Pengacara Desrizal ‘Gesper’ Muka Hakim PN Jakpus, 19 Juli 2019, https://www.reqnews.com/the-other-side/4786/6-fakta-aksi-brutal-pengacara-desrizal-gesper-muka-hakim-pn-jakpus, diakses 3 April 2020.

[2] Tiga Hal yang Harus Kita Ketahui soal “Contempt of Court, 2 Agustus 2019, https://nasional.kompas.com/read/2019/08/02/09061931/tiga-hal-yang-harus-kita-ketahui-soal-contempt-of-court?page=all#page4, diakses 3 April 2020.


Share this article