Share this article

Salah satu karakteristik yang dimiliki oleh perseroan terbatas adalah sifat keterpisahan antara perseroan terbatas itu sendiri dengan para pemegang sahamnya. Pemegang saham dianggap sebagai entitas yang terpisah (separated entity) dengan perseroan terbatas. Selain itu, pemegang saham memiliki pertanggungjawaban yang terbatas dalam perseroan terbatas. Hal ini dikenal dengan prinsip pertanggungjawaban terbatas (limited liability).

Implikasi dari prinsip ini adalah, aset dari perseroan terbatas merupakan aset yang terpisah dari aset pemegang saham. Pemegang saham tidak bertanggung jawab terhadap utang perseroan terbatas. Kerugian pemegang saham yang diakibatkan oleh kerugian perseroan terbatas hanya sebatas jumlah modal yang diinvestasikan dalam perseroan terbatas sebagai setoran modal saham.

Karakteristik utama dari perseroan terbatas ini menjadikannya sebagai model bentuk usaha yang sangat diminati oleh banyak pengusaha. Pengusaha yang mendirikan perseroan terbatas memiliki ekspektasi bahwa apabila perseroan terbatas mengalami kerugian maka kerugian tersebut tidak berdampak kepada aset pribadi dari pemegang saham.

Namun, secara hukum karakteristik utama dari perseroan terbatas ini bukan tanpa pengecualian. Ada beberapa hal atau kondisi tertentu yang dapat menyebabkan hilangnya karakteristik perseroan terbatas ini sehingga pemegang saham harus ikut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh perseroan terbatas. Hal ini tentu memberikan peringatan (warning) agar pemegang saham yang ikut serta dalam menjalankan perseroan terbatas berhati-hati.

Secara umum, hal-hal yang dapat menyebabkan prinsip pertanggungjawaban terbatas perseroan terbatas hapus dikenal dengan doktrin penyingkapan tirai korporasi atau piercing corporate veil.

Prinsip Pertanggungjawaban terbatas dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas

Secara umum memang pemegang saham memiliki perlindungan hukum atas kerugian yang dialami oleh perseroan terbatas sehingga kerugian tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada pemegang saham. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”), yang menyatakan sebagai berikut:

 “Pemegang Saham Perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.”

Selanjutnya diuraikan dalam penjelasan pasal 3 ayat (1) UUPT, sebagai berikut:

ketentuan dalam ayat ini mempertegas ciri Perseroan Terbatas bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.”

Hapusnya pertanggungjawaban terbatas pemegang saham

Namun, UUPT juga mengatur bahwa dalam keadaan-keadaan tertentu pertanggungjawaban terbatas yang dimiliki oleh pemegang saham dapat terhapuskan. Pasal 3 ayat (2) UUPT mengatur keadaan keadaan tersebut, antara lain:

  1. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
  2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
  3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
  4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Berikut adalah uraian yang lebih lengkap untuk menjelaskan keadaan-keadaan di atas.

Ad. 1. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.

Untuk memahami hal ini, perlu dipahami dahulu bahwa berdasarkan ketentuan UUPT perseroan terbatas baru mendapatkan status sebagai badan hukum setelah memperoleh pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Pasal 7 ayat (4) UUPT menjelaskan hal ini:

Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan

Selanjutnya, apa yang menjadikan diperolehnya status badan hukum ini penting bagi pemegang saham? Pasal 14 ayat (1) dan (2) UUPT menjelaskan hal ini:

(1) Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggungjawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.

(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendiri atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan.

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) UUPT di atas, maka apabila perseroan terbatas belum memperoleh status badan hukum maka pendiri perseroan, pemegang saham, seluruh anggota direksi dan dewan komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas setiap perikatan perseroan tersebut. Hal ini menjelaskan bagaimana pemegang saham dapat bertanggung jawab atas perikatan perseroan dalam hal persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) poin a UUPT. 

Untuk memberikan gambaran lebih lanjut tentang hal ini, perlu kami uraian secara singkat tentang proses pendirian Perseroan Terbatas. Pada dasarnya Pendirian Perseroan Terbatas dapat didirikan dengan pembuatan Akta Pendirian Perseroan Terbatas di hadapan Notaris. Setelah Akta Pendirian Perseroan Terbatas dibuat dan ditandatangani oleh para pendiri, selanjutnya pendiri harus mengurus surat keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pengesahan badan hukum perseroan terbatas. UUPT mengatur syarat-syarat untuk mengurus dan memperoleh surat keputusan ini dalam Pasal 9–11 UUPT. Pada prakteknya pengurusan surat keputusan ini dilakukan juga oleh Notaris yang membuat Akta Pendirian Perseroan Terbatas.

Oleh karena itu dapat dilihat bahwa sejak Akta Pendirian Perseroan Terbatas ditandatangani hingga dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM ada jarak waktu. Dalam jarak waktu tersebut pada dasarnya Perseroan Terbatas sudah diperbolehkan untuk melakukan tindakan hukum, namun perlu memperhatikan ketentuan pasal 14 UUPT ini. Dan apabila ada tindakan hukum yang dilakukan sebelum tanggal dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tersebut maka seluruh pendiri dan seluruh anggota direksi dan dewan komisaris akan bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap tindakan hukum tersebut.

Selain itu, dalam hal perseroan telah memperoleh status badan hukum dan jumlah pemegang saham menjadi kurang dari 2 orang, maka berdasarkan ketentuan pasal 7 ayat (6) UUPT pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan.

Ad. 2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi.

Disimpulkan dari pendapat Yahya Harahap[1], dalam kondisi ini pemegang saham menjadi dominan atau berkuasa dan mengatur atau mengontrol perseroan terbatas, dan dominasi tersebut dilakukan untuk tujuan yang tidak wajar. Selain itu perlu juga dibuktikan adanya “itikad buruk” dari pemegang saham atas perseroan terbatas. Itikad buruk atau penggunaan tidak wajar ini dianggap terjadi apabila, terdapat indikasi berikut:

  • Menipu kreditor, seperti mentransfer aset perseroan kepada pemegang saham atau afiliasinya dengan pertimbangan yang tidak tepat;
  • Kapitalisasi tipis; perseroan berada dalam keadaan under capitalization. Dan untuk menipu kreditor bekerja sama dengan pemegang saham dominan dengan cara meningkatkan debt-to-equity ratio;
  • Perampokan (looting); mentransfer aset perseroan kepada pemegang saham, transfer mana tiada lain dari perjanjian transaksi yang berlawanan dengan hukum antara perseroan dan pemegang saham, untuk menipu kreditor;
  • Mengakali peraturan perundang-undangan;
  • Menghindari kewajiban yang ada, seperti mendirikan perseroan baru untuk menghindari tanggung jawab dari perjanjian yang dibuat dengan pihak ketiga;

Ad. 3. Pemegang Saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan.

Dalam hal pihak ketiga dirugikan karena tindakan perseroan, maka berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata pihak ketiga tersebut dapat menuntut ganti kerugian kepada perseroan. Selanjutnya, apabila dalam tindakan tersebut dapat dibuktikan bahwa pemegang saham perseroan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian terhadap pihak ketiga tersebut, maka secara hukum pemegang saham tersebut juga bertanggung jawab atas kerugiannya. Dalam hal ini pemegang saham yang bersangkutan tidak dapat berlindung dalam prinsip pertanggungjawaban terbatas dan berargumen bahwa yang bertanggung jawab adalah perseroan saja. Karena terlibat maka pemegang saham tersebut dapat dituntut pertanggungjawaban dan turut mengganti rugi kerugian yang diderita oleh pihak ketiga tersebut.

Ad. 4. Pemegang Saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Kategori ini dapat dimasukkan juga dalam tindakan perampokan (looting) yang telah dijelaskan di atas. Dapat dicontohkan juga tindakan-tindakan pemegang saham yang sekaligus menjabat sebagai direksi atau manajemen perseroan yang dengan itikad buruk merampas perseroan melalui gaji yang sangat tinggi dan tidak melampaui batas-batas kewajaran, termasuk membuat kebijakan berupa tindakan perseroan yang membayarkan utang pribadi pemegang saham. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perseroan atau manajemen perseroan tersebut mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan. [2]

Dalam kategori ini perlu juga dibuktikan bahwa pemegang saham tersebut memiliki dominasi terhadap perseroan, dan dominasi tersebut dipergunakan dengan itikad buruk atau secara tidak layak.

Pemegang Saham menjadi penjamin utang Perseroan

Selain keadaan-keadaan di atas, pemegang saham juga dapat bertanggung jawab terhadap pihak ketiga dalam hal pemegang saham menjadi penjamin utang dari perseroan. Sebagai contoh, perseroan memperoleh fasilitas pinjaman dari bank. Sebagai salah satu jaminan atas fasilitas kredit tersebut pemegang saham perseroan mengikatkan dirinya sebagai penjamin (borgtocth). Dalam hal ini, apabila perseroan menjadi lalai dalam melaksanakan kewajibannya untuk melunasi pinjaman tersebut kepada bank, maka pihak bank dapat menuntut pemegang saham tersebut untuk melunasi hutang perseroan. Dengan demikian pemegang saham bertanggung jawab terhadap perikatan yang dibuat antara perseroan dan bank.

Dalam permasalahan ini, dapat dikatakan bahwa hapusnya pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham atas perseroan adalah disebabkan oleh tindakan sukarela dari pemegang saham untuk mengikatkan diri sebagai penjamin terhadap perseroan.

Demikian analisis kami tentang pertanggung jawaban pemegang saham perusahaan terbatas.

Semoga bermanfaat,

FREDRIK J PINAKUNARY LAW OFFICES

 

Artikel ini tersedia juga dalam Bahasa Inggris. Berikut tautannya: Shareholder’s (Un)limited Liability.

 


[1] Yahya Harahap, “Hukum Perseroan Terbatas”, Ed. 1, Cet-6, Jakarta: Sinar Grafika, hal 78-81

[2] Ibid.


Share this article